Senin, 25 Juli 2016

ZIAROH WALI TAHUN 2016 MAKAM SUNAN MURIA - Jepara

Ziarah Religi ke Makam Sunan Muria Kudus


Selamat datang di PDR, dimana tempat saya sharing dan berbagi cerita dan juga pengalaman. Kali ini Kangbabas akan bercerita tentang pengalaman berziarah ke Sunan Muria. Ya, salah satu wali 9 yang ada di Kudus dimana makamnya terletak di lereng Gunung Muria. Jaraknya sekitar 18 km keutara dari pusat kota Kudus.
Beberapa hari kemarin, kakak ipar saya dari Jakarta datang kerumah alias balik ndeso atau istilahnya pulang kampung. Sekitar satu minggu berada dirumah membuat waktu terasa semakin lama. Untuk melepas kejenuhan maka dapatlah ide untuk berziarah ke Makam Sunan Muria.
pintu masuk kawasan Makam Sunan Muria
Sejarah Wali Songo memang terkenal tidak hanya di jawa, namun di seluruh nusantara karena berkat jasa para wali lah agama Islam dapat tersebar dan berkembang seperti sekarang ini. Salah satu anggota wali songo adalah Sunan Muria.
Silsilah Sunan Muria
Menurut sejarah, Sunan Muria adalah putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Nama kecil Sunan Muria adalah Raden Umar Said. Beliau adalah seorang penyebar agama Islam di kawasan lereng Gunung Muria. Sunan Muria berbeda dengan ayahnya, beliau menyukai tinggal didaerah yang terpencil dan jauh dari keramaian. Untuk menyebarkan agama Islam, beliau menggunakan cara-cara halus sambil mengajarkan keterampilan cara bercocok tanam, berdagang dan juga melaut. Jiwa seni yang ada didalam diri beliau juga digunakan untuk berdakwah. Wayang dan gamelan adalah kesenian yang digunakan untuk menyampaikan dakwah ajaran Islam kepada para pengikutnya. Tembang Sinom dan Kinanthi adalah salah satu hasil karya seni yang beliau ciptakan.

Sejarah Sunan Muria
Peran Sunan Muria sebagai penengah konflik di Kesultanan Demak (1518-1530) sangatlah penting. Berkat jasa beliau, konflik serumit apapun dapat dicarikan solusinya yang dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Jalur dakwah Sunan Muria diantaranya adalah Jepara, Tayu, Juwana hingga sekitar Kudus dan Pati. Oleh karena jasa dan peran beliau semasa hidupnya, maka tak heran jika Makam Sunan Muria tidak pernah sepi dari para peziarah.
Jika anda ingin berziarah ke Makam Sunan Muria, maka anda tentunya akan singgah di desa Colo. Yaitu desa yang terletak di lereng Gunung Muria yang tingginya sekitar 1600 m. Diatas bukit Muria itulah terdapat Makam Sunan Muria, tepatnya berada dibelakang Masjid yang konon dibangun sendiri oleh Beliau.
Asal Mula Nama Muria
Berdasarkan buku “Kudus Purbakala Dalam Perjoagan Islam” karya Solihin Salam terbitan percetakan Menara Kudus halaman 47-50. Penulis mengutip dari sebuah buku “A Short Cultural History of Indonesia” karya Soetjipto Wirjosoeparto berpendapat bahwa nama Muria diidentifikasikan dengan nama sebuah bukit yang berada di Yerusalem Palestina. Didekat Yerusalem sana, ada sebuah bukit yang bernama “Gunung Moriah” dimana Nabi Daud dan Nabi Sulaiman dahulu membangun sebuah kanisah.
Saat masuk ke kawasan Colo, maka anda akan melewati Gerbang masuk. Di Pintu masuk ini anda diharuskan membayar karcis masuk sebesar Rp.2.000,- per orang. Setelah melewati gerbang, maka anda akan menemukan tempat parkir bagi area bus dan kendaraan roda empat. Untuk kendaraan roda dua, silahkan anda pilih sendiri tempat penutipan sepeda motor karena disepanjang jalan menuju tempat lokasi tersedia banyak jasa penitipan sepeda motor.
Untuk menuju ke tempat Makam Sunan Muria, ada dua jalan alternatif. Pertama adalah anda bisa berjalan kaki menaiki tangga menuju puncak bukit yang jaraknya sekitar 1km atau anda bisa menggunakan jasa ojek motor dengan tarif Rp.10.000,- per orang. Jika anda ingin menikmati alam sekitar dan suasana lereng Gunung Muria, anda bisa berjalan kaki. Disepanjang jalan menuju makam terdapat banyak kios yang menjual berbagai macam souvenir, cinderamata, pernak-pernik, baju, makanan dan minuman. Jadi jika anda merasa lelah dan capek, anda bisa langsung mampir ke kios penjual makanan dan minuman yang anda inginkan sambil melihat keindahan kota Kudus dari lereng Gunung Muria.
Kompleks Makam Sunan Muria
Setelah sampai dipuncak, maka anda akan menjumpai sebuah Masjid. Masjid yang dulu dibangun oleh Sunan Muria itu kini telah direnovasi dan semakin indah. Untuk menuju Makam Sunan Muria sebelum sampai Masjid ada sebuah jalan khusus yang digunakan oleh para peziarah. Disitu anda diperbolehkan masuk dengan syarat melepas alas kaki. Ada banyak penjual kantong plastik jika anda lupa membawa dan ingin membeli untuk tempat alas kaki anda tersebut.
Mihrab Masjid Sunan Muria
Setelah anda memasuki pintu gerbang makam, maka anda akan melihat di pelataran dipenuhi oleh 17 batu nisan. Batu nisan tersebut adalah makam beberapa para prajurit dan punggawa Sunan Muria.
Di batas utara pelataran ini berdiri bangunan cungkup makam beratapkan sirap dua tingkat. Di dalamnya terdapat makamnya Sunan Muria. Cungkup makam ini selalu ditutupi dengan kain putih mengelilingi makam. Di sampingnya sebelah timur, ada nisan yang konon makamnya puterinya perempuan bernama Raden Ayu Nasiki. Dan tepat di sebelah barat dinding belakang masjid Muria, sebelah selatan mihrab terdapat makamnya Panembahan Pengulu Jogodipo, yang menurut keterangannya Juru Kunci adalah putera sulungnya Sunan Muria.
Makam Sunan Muria
Setelah selesai berdo'a di komplek Makam Sunan Muria, Kangbabas dan kakak ipar berjalan keluar menyusuri lorong menuju ke Masjid. Sebelum ke Masjid, ada tempat yang harus disinggahi. Yaitu Gentong Peninggalan Sunan Muria. Gentong ini adalah sumber air yang konon berkhasiat mampu mengobati berbagai penyakit. Para peziarah banyak yang menyempatkan diri untuk meminum air yang telah disediakan didalam gelas-gelas plastik. Airnya sangat dingin dan menyegarkan sekali.
Gentong Sunan Muria
Setelah selesai dari tempat Gentong tersebut, kami berjalan menuju Masjid melewati jalan lorong yang khusus disediakan bagi para peziarah. Untuk menuju masjid, anda disediakan anak tangga. Karena letak masjid berada diatas lorong jalan. Masjid yang kini telah selesai direnovasi menyisakan beberapa tempat yang masih asli seperti dulu. Diantaranya adalah soko tiang masjid dan tempat mihrab. Didalam masjid tersebut udara sangat sejuk sehingga membuat betah bagi orang yang sedang beribadah.
Di depan masjid terdapat kios-kios kecil berderat yang menjual pernak-pernik tasbih, kalung, gelang, makanan khas dan juga sovenir untuk oleh-oleh. Kios-kios tersebut sungguh ramai dikunjungi oleh para peziarah. Yang perlu diingat, anda harus berani menawarnya.
Setelah puas jalan-jalan dan melihat pemandangan dari lereng Gunung Muria serta membeli sovenir, kamipun segera pulang. Karena kecapaian, kami turun dari tempat Kompleks Makam ke Tempat Parkiran menggunakan jasa ojek motor. Tak jauh dari masjid, terdapat pangkalan tukang ojek yang siap mengantar kami ke bawah tempat kami parkir motor. Satu motor bisa digunakan berdua berboncengan. Jalur yang digunakan untuk mengantar kami ke bawah sangat indah dan juga menegangkan, karena dikanan dan kiri adalah jurang. Sedangkan jalurnya juga berliku. Namun bagi tukang ojek yang sudah pengalaman ini sudah biasa. Setelah sekitar 5 -10 menit sampailah kami di tempat parkiran motor. Kamipun bersiap-siap untuk pulang.
 
Dokumentasi :







 

ZIAROH WALI Tahun 2016 SUNAN KUDUS - Menara Kudus

MAKAM SUNAN KUDUS 
MENARA KUDUS



Jafar Shodiq atau Sunan Kudus dimakamkan di Masjid Menara Kudus yang terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Di samping puluhan makam di kawasan itu terdapat pula makam putra Sunan Kudus yaitu Pangeran Palembang. Makam Sunan Kudus sendiri terdapat di tengah-tengah bangunan induk berbentuk joglo.

Latar Belakang Sejarah :

Sunan Kudus dilahirkan dengan nama Jaffar Shadiq. Dia adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung, adalah panglima perang Kesultanan Demak Bintoro, dan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.Sunan Kudus pernah menjabat sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, dan dalam masa pemerintahan Sunan Prawoto, dia menjadi penasihat bagi Arya Penangsang. Selain sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, Sunan Kudus juga menjabat sebagai hakim pengadilan bagi Kesultanan Demak.

Dalam melakukan dakwah penyebaran Islam di Kudus, Sunan Kudus menggunakan sapi sebagai sarana penarik masyarakat untuk datang untuk mendengarkan dakwahnya. Sunan Kudus juga membangun Menara Kudus yang merupakan gabungan kebudayaan Islam dan Hindu yang juga terdapat Masjid yang disebut Masjid Menara Kudus.Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kudus Kulon, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang.

Sekarang Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus, Jawa Tengah.Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini. 
 
Dokumentasi :






 
 

Ziaroh Wali 2016 Part 2 Makam Sunan Kalijaga - Kadilangu - Demak

Alamat Makam Keramat Kadilangu 

(Makam Sunan Kalijaga)


Alamat Makam Keramat - Makam Keramat atau petilasan keramat yang patut untuk di kunjungi adalah makam dari salah satu 9 wali (wali songo) penyebar agama islam di tanah Jawa, yaitu Makam Kanjeng Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga atau orang jawa juga menyebutnya Sunan Kalijogo adalah salah satu dari 9 Wali yang menyebarkan agama islam di tanah Jawa. Kepiawaian beliau dalam menyebarkan agama islam di tanah Jawa sudah sangat di kenal, bahkan cara beliau dalam menyampaikan islam kepada masyarakat dengan gaya yang unik membuat Sunan Kalijaga bisa mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat Jawa. Beliau dikenal sebagai salah satu penyebar agama islam yang menggunakan pendekatan budaya dalam penyampaiannya, seperti menggunakan gamelan, seni ukir, wayang, seni suara (nyanyian), dan perangkat budaya lain sebagai sarana berdakwah.

Sejarah Singkat Mengenai Sunan Kalijaga

Kanjeng Sunan Kalijaga (Sunan Kalijogo), mempunyai nama kecil Raden Said, beliau adalah putra dari seorang Adipati di Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta, biasa dikenal juga dengan sebutan Raden Sahur. Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450, selain memiliki nama Raden Said, beliau juga dikenal dengan nama Syeh Malaya, Lokajaya, Raden Abdurrahman, dan juga Pangeran Tuban.  Ada banyak versi yang menyebutkan mengenai penamaan atau gelar dari Sunan Kalijaga sebagian masyarakat Cirebon mempercayai bahwa gelar atau nama Sunan Kalijaga di ambil dari nama salah satu daerah di Cirebon yaitu Desa Kalijaga, konon Raden Said pernah berendam di sungai (kali), itu sebabnya disebut Kalijaga (menjaga sungai). 


Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa Kanjeng Sunan Kalijogo merupakan orang Jawa asli yang lahir di Tuban sebagai putra dari Adipati Tuban. Selain dua versi diatas ada versi lain yang menyebutkan bahwa Syehk Malaya atau Sunan Kalijaga memiliki silsilah dengan Baginda Rasullulah dan merupakan keturunan Arab. Dan bila di lihat dari kisah Babad Tuban Raden Abdurrahman atau yang juga di kenal dengan sebutan Aria Teja berhasil mengislamkan Adipati Tuban, yakni Arya Dikara lantas mengawini putri dari Adipati tersebut. Beda pula dengan penuturan dari sejarawan lain salah satunya adalah De Graff yang menyatakan bahwa Abdurrahman (Aria Teja) memang benar memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas yang tak lain adalah paman dari Nabi Muhammad SAW. 

Dari beberapa kisah mengatakan bahwa sebelum Raden Said sebelum menjadi wali songo, merupakan pencuri yang budiman, Ia mengambil hasil bumi dari orang-orang kaya dan membagi-bagikannya kepada rakyat miskin. Dan pada suatu ketika saat Raden Said kecil berada ditengah hutan beliau bertemu dengan seorang kakek yang memegang tongkat emas, melihat tongkat tersebut Raden Said berusaha merebutnya dari tangan sang kakek yang ternyata adalah Sunan Bonang. Melihat hal itu Sunan Bonang lantas menasehatinya dan mengatakan bahwa cara yang di tempuh oleh Raden Said adalah tidak benar, Allah tidak menerima amalan yang buruk. 

Sunan Bonang kemudian menunjuk kepada pohon Aren, tiba-tiba saja daun dari pohon aren tersebut berubah menjadi emas, lantas Sunan Bonang mengatakan kepada Raden Sahid, "Ambilah daun aren emas itu, jika kamu tidak mau susah-susah berusaha untuk mendapatkan harta". Melihat keajaiban tersebut Raden Said meminta untuk menjadi murid dari Sunan Bonang. Tidak serta merta menjadikannya murid Sunan Bonang memberikan syarat pada Raden Sahid untuk bertapa, Sunan Bonang berjalan menuju ke tepi sungai lalu menancapkan Tongkat emasnya, kemudian ia menyrurh Raden Said untuk menjaga tongkatnya tersebut. "Jangan beranjak dari sini sampai saya datang" begitulah pesan dari Sunan Bonang sebelum pergi. 

Tertarik untuk menjadi murid dari Sunan Bonang, Raden Said pun melaksanakan perintah tersebut, ia duduk bersila di dekat tongkat Sunan Bonang hingga bertahun-tahun lamanya. Tiga tahun kemudian, Sunang Bonang mendatangi Raden Said yang tengah tertidur di dekat tongkatnya, ia membangunkan Raden Said dan kemudian memberinya julukan / gelar Kalijaga (menjaga sungai). Kalijaga banyak  mendapatkan pelajaran Agama dari Sunan Bonang, dan kemudian berdakwah menyiarkan agama islam yang juga dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga.

Alamat Makam Sunan Kalijaga

Alamat makam keramat salah satu dari walisongo ini terletak di Desa Kadilangu, Kab Demak, (Bintoro), Jawa Tengah. Kalau dari kota Semarang arahnya ketimur, bila ditempuh dengan kendaraan roda 4 kurang lebih satu hingga satu setengah jam perjalanan,  Alamat makam keramat kadilangu atau makam kanjeng Sunan Kalijaga cukup mudah di temukan karena di sepanjang jalan ada rambu-rambu atau petunjuk jalan yang memang mengarah ke Masjid Kadilangu (Makam Sunan Kalijogo).
Bahkan bagi orang awam sekalipun yang tidak hafal jalan, dapat dengan mudah menemukannya, Anda bisa bertanya kepada masyarakat sekitar Demak, mereka pasti sangat tahu dimana alamat makam keramat Sunan Kalijogo atau petilasan Sunan Kalijogo. 


Makam Sunan Kalijaga sangat ramai di kunjungi oleh para peziarah, mereka datang dari berbagai penjuru tanah air. Tidak hanya masyarakat Jawa Tengah dan sekitarnya saja, bahkan yang dari luar Jawa pun dapat di jumpai disana. Tak hanya masyarakat biasa, bahkan para pejabat tinggi, artis-artis dan para tokoh-tokoh negara tidak sedikit yang berkunjung ke makam Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu ini. 

Keramat Makam Kadilangu (Makam Sunan Kalijogo)

Kanjeng Sunan Kalijaga adalah salah satu Wali Songo yang memiliki kesaktian tinggi, beliau juga ikut ambil bagian dalam pembangunan Masjid Agung Demak, yang terkenal dengan soko kayu. Selain dikenal sakti Kanjeng Sunan Kalijaga juga terkenal "Mandi Pangucape" (Ucapannya Manjur/ampuh), apapun yang keluar dari mulut Sunan Kalijaga bisa terwujud. Tak heran jika makam beliau banyak didatangi oleh orang-orang penting untuk ngalap berkah, Banyak yang percaya bahwa datang kemakam  kadilangu, dan berdoa disana, maka akan dimudahkan Rejekinya, di naikkan jabatannya, dipermudah jodoh, cepat mendapatkan apa yang diingnkannya dan juga menjadikan hati tenang dan menjauhkan dari segala persoalan hidup.

Itulah ulasan singkat mengenai Alamat Makam Keramat Kadilangu (Makam Sunan Kalijogo), Bagi Anda yang suka berziarah ke makam-makam keramat, tidak ada salahnya sesekali menginjakkan kaki di makam Kadilangu ini , Makam yang berada di Wilayah kabupaten Demak ini memang sangat cocok untuk di jadikan destinasi ziarah Anda. Semoga artikel singkat alamat makam keramat ini dapat menambah informasi Anda. 
 
Dokumentasi :







 

Masjid Agung Jawa Tengah - Semarang


CAH PDR TRANSET DZUHURAN

Teng Masjid Agung Jawa Tengah

Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) adalah Masjid yang terletak di jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang Jawa Tengah. Masjid ini sangat megah dengan luas lahan mencapai 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk shalat 7.669 meter persegi tersebut bargaya arsitektur perpaduan antara Jawa, Jawa Tengah dan Yunani.
Masjid Agung Jawa Tengah Semarang ini dibangun pada hari Jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang pancang perdana yang dilakukan Menteri Agama Ri, Prof. Dr. H. Said Agil Husen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubernur Jawa Tengah, H. Mardiyanto, akhirnya Masjid Agung Jawa Tengah Ini diresmikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.
Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 Nopember 2006, namun masjid ini telah difungsikan untuk ibadah jauh sebelum tanggal tersebut. Masjid megah ini telah digunakan ibadah shalat jum’at untuk pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, Kakanwil Depag Jawa Tengah.
Di kompleks Masjid Agung Jawa Tengah Semarang ini terdapat Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah di Tower Asmaul Husna Lantai 2 dan 3, Hotel Graha Agung di sisi Utara dan resto yang memiliki view terbaik di Kota Semarang ini di Tower Asmaul Husna Lantai 18.

Dokumentasi :














ZIAROH WALI Tahun 2016 Part 1 Makam SAPURO - Pekalongan

KELUARGA PDR ZIAROH NYANG 

MAKAM KERAMAT MBAH SAPURO

 ( Pekalongan )

 

Makam keramat Sapuro Kota Pekalongan yang lokasinya dekat dengan jalur pantura ini laksana magnet bagi masyarakat Kota Batik Pekalongan dan sekitarnya. Komplek pemakaman umum kelurahan Sapuro ini menjadi salah satu tujuan wisata religius di karenakan di komplek pemakaman ini terdapat makam Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Tholib Al Athas, seorang tokoh penyebar agama Islam di Kota Pekalongan dan sekitarnya. Apalagi setiap hari kamis sore sampai hari jum’at,komplek pemakaman ini penuh sesak dengan para peziarah yang datang dari berbagai penjuru kota di Indonesia. Lokasi makam Habib Ahmad bin Abdullah binThalib Al Athas ini sangat mudah di jangkau karena tempatnya sangat strategis. Yakni kurang lebih 100 meter dari jalan Jendral Sudirman. Sekitar 5oo meter dari perempatan Ponolawen ke arah timur, atau sekitar 2 kilometer ke arah barat dari Terminal induk Kota Pekalongan.
Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Al Athas.
Al Habib Ahmad Bin Abdullah Bin Thalib Alathas di lahirkan di kota Hajren Hadramaut Yaman pada tahun 1255 hijriyah atau tahun 1836 masehi. Beliau menghabiskan masa remajanya untuk menimba ilmu agama di kota asalnya. Beragam disiplin ilmu agama berhasil beliau raih dengan gemilang. Setelah Habib Ahmad muda menguasai Al Qur’an dan banyak mendalami ilmu-ilmu agama di daerah asalnya, beliau melanjutkan menuntut ilmu kepada para pakar dan ulama-ulama terkenal yang mukim di Mekkah al Mukaromah dan Madinah Al Munawwaroh. Sekalipun banyak mendapat tempaan ilmu dari banyak guru di kedua kota suci ini, namun guru yang paling utama dan paling besar pengaruhnya bagi pribadi Habib Ahmad adalah As Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Assayyid Ahmad Zaini Dahlan adalah seorang pakar ulama yang sangat banyak muridnya di Mekkah al Mukarromah maupun di negara-negara lainnya. Banyak ulama-ulama dari Indonesia yang juga berguru kepada Assayyid Ahmad Zaini Dahlan. Seperti, Hadrotul Fadhil Mbah KH Kholil Bangkalan Madura dan Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari Jombang Jawa Timur. Kedua ulama ini adalah cikal bakal jamiyyah Nahdlotul Ulama. Setelah selesai dan luluis menempuh pendidikan dan latihan, terutama latihan kerohanian secara mendalam, Habib Ahmad mendapat tugas dari gurunya untuk berdakwah menyebarkan syariat agama Islam di kota Mekkah. Dikota kelahiran Nabi Saw ini, Habib Ahmad sangat dicintai dan di hormati oleh segala lapisan masyarakat, karena Habib Ahmad berusaha meneladani kehidupan Rosulallah Saw. Habib Ahmad mengajar dan berdakwah di kota Mekkah sekitar tujuh tahun. Setelah itu beliau pulang ke kampung kelahiran beliau,Hadramaut. Tidak lama mukim di kota kelahirannya, Habib Ahmad merasa terpanggil untuk berdakwah di Asia Tenggara. Dan pilihan beliau jatuh ke Indonesia. Karena memang pada waktu itu sedang banyak-banyaknya imigran dari Hadramaut yang datang ke Indonesia. Di samping untuk berdagang juga untuk mensyiarkan ajaran Islam. Setibanya Habib Ahmad di Indonesia,beliau memilih tinggal di Pekalongan Jawa Tengah. Karena Habib Ahmad melihat kondisi keagamaan di Pekalongan yang masih sangat minim. Dan saat pertama menginjakkan kakinya di Pekalongan, Habib Ahmad melaksanakan tugas sebagai imam di Masjid Wakaf yang ada di kampung Arab (sekarang Jl. Surabaya). Dari Masjid Wakaf inilah Habib Ahmad memulai dakwah Islamiyyahnya. Dari pengajian kitab-kitab fiqih, pembacaan daiba’i, barzanji, pembacaan wirid,dzikir dan lain sebagainya. Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alathas juga dikenal sebagai ulama hafidz ( penghafal al Qur’an), Habib Ahmad adalah seorang ulama yang selalu tampil dengan rendah hati (tawadhu),senang bergaul dan gemar bersilaturrohim dengan siapa saja. Habib Ahmad paling tidak senang,bahkan marah kalau ada yang mengkultuskan dirinya. Kendati demikian, Habib Ahmad tidak dapat mentolerir terhadap hukum-hukum dari Allah dan Rosul-Nya yang di remehkan oleh orang lain. Habib Ahmad sangat teguh dan keras memegang syariat Islam,seperti masalah amar ma’ruf nahi mungkar. Pada zamannya dahulu, Habib Ahmad ibarat Kholifah Umar bin Khothob yang sangat tegas dan keras menentang setiap kemungkaran. Tidak peduli yang berbuat mungkar itu pejabat maupun orang awam. Satu contoh, para wanita tidak akan berani lalu lalang di depan kediaman Habib Ahmad kalau tidak mengenakan tutup kepala (kerudung). Kalau ketahuan oleh Habib Ahmad pasti langsung kena teguran. Tidak peduli wanita muslim ataupun non muslim. Menjelang akhir hayatnya, Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alathas mengalami patah tulang pada pangkal pahanya,akibat jatuh hingga beliau tidak sanggup berjalan. Sejak saat itu beliau mengalihkan semua kegiatan keagamaannya di kediamannya, termasuk sholat berjamaah dan pengajian. Penderitaan ini berlanjut sampai beliau di panggil pulang ke Ramatullah. Habib Ahmad Bin A bdullah Bin Thalib Alathas meninggal dunia pada malam ahad 24 rajab 1347 hijriyyah atau tahun 1928 masehi. Habib Ahmad meninggal dunia dalam usia 92 tahun. Walaupun Habib Ahmad meninggal dunia pada tanggal 24 rajab, akan tetapi acara khaulnya di peringati setiap tanggal 14 sya’ban, bertepatan dengan malam nisyfu sya’ban.
Masjid Sapuro Didirikan Sejak 294 Tahun Lalu
Penyebaran agama islam di Pekalongan sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya situs bersejarah di Kelurahan Sapuro, Pekalongan Barat, yakni Masjid Jami’ Aulia yang hingga kini masih berdiri tegak di tengah pemakaman umum Sapuro. Didepan pintu masjid terdapat prasasti bertuliskan huruf arab yang terbuat dari kayu. Penyebaran agama islam di Pekalongan sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Hal ini dibuktikan dengan adanya situs bersejarah di Kelurahan Sapuro, Pekalongan Barat, yakni Masjid Jami’ Aulia yang hingga kini masih berdiri tegak di tengah pemakaman umum Sapuro. Didepan pintu masjid terdapat prasasti bertuliskan huruf arab yang terbuat dari kayu. Diperkirakan umur masjid tersebut saat ini mencapai 294 tahun. Hal ini dibuktikan dari prasasti yang bertuliskan pada tahun 1135 H measjid itu didirikan. Saat ini sudah memasuki 1429 H. bentuk bangunan masjid itu cukup sederhana. Temboknya bercorak arsitektur Timur Tengah dengan tiga pintu besar dari kayu. Sementara ruang utamanya mengacu pada tradisi Jawa dengan menggunakan empat saka guru yang semuanya menggunakan kayu jati. Untuk memperkokoh bangunan tersebut dilengkapi dengan penyangga dari batu. Kono, kayu – kayu untuk bengunan masjid itu berasal dari sisa pembangunan Masjid Demak masa Walisongo. Sedangkan mimbar untuk khotbah berornamen ukir-ukiran lengkap dengan trap tangga yang merupakan hadiah dari Sunan Kalijaga. Pengelola Masjid Sapuro, Kiai Dananir mengungkapkan ada empat ulama asal Demak yang menyebarkan islam diwilayah Pantura yakni Kyai Maksum, Sulaiman, Lukman dan Nyai Lindung. “Keempat ulama itu membangun masjid di sekitar Alas Roban, Batang. Bahkan fondasi bangunan dan tempat wudhu saat itu sudah dibuat,”ucapnya.
Dikatakan, mereka berempat mendapat petunjuk dari Allah bahwa nantinya tempat tersebut tak akan ada penghuninya.& ldquo;Pada akhirnya mereka menemukan tempat di Sapuro,” imbuh penjaga masjid, Fauzan. Beberapa waktu setelah itu masjid tersebut dikelola dari generasi ke generasi sampai akhirnya dinamai Masjid Aulia Sapuro. Karena usia masjid cukup tua, akhirnya diberitahukan ke pemerintah pusat melalui dinas pengelolaan museum dan kepurbakalaan, oleh tokoh masyarakat sekitar yakni Basyari Hambali dan Mochmad Aswantari. Sampai sekarang peninggalan itu masih bisa dijumpai di Sapuro, yang di lokasi yang sama juga terdapat Makam Syekh Habib Ahmad yang terus dikunjungi warga masyarakat dari berbagai belahan penjuru Indonesia , termasuk juga dari Timur Tengah. Peringatan Haul Tahunan di sana juga kerapkali dihadiri ulama dari Mesir yang juga merupakan keturunan dari Syekh Habib Ahmad. Makam Sapuro yang memiliki daya magnet dengan didatangi ribuan warga, membuat taraf perekonomian di lingkungan sana bertambah dengan berbagai fasilitas yang dipersiapkan untuk para peziarah, seperti penginapan, aneka aksesoris batik dan lain sebagainya.